Minggu, 05 Desember 2010

soal tulinya telinga kehidupan


            Beberapa waktu lalu saya terpikirkan tentang fenomena alamiah yang ada di kehidupan sebagian saudara kita yang terlahir dengan keadaan kurang sempurna, yaitu orang tuli. Hampir semua orang tuli pada akhirnya akan menjadi bisu dengan sendirinya, saya berpikir tentang apa yang dapat kita pelajari dari fenomena tersebut, karena saya percaya Tuhan telah memberikan alam beserta segala fenomena untuk dipelajari oleh manusia.
            Yang saya dapat simpulkan dari fenomena tersebut adalah bahwa sesungguhnya orang tuli yang bisa menjadi bisu, menjadi bisu bukan karena ketidakmampuan bericara secara alamiah, tapi dia menjadi bisu karena dia tidak dapat mencontoh dan tidak tahu bagaimana caranya menggunakan lidah yang dia miliki untuk berbicara. Ya, ketidakmampuan mendengar dapat membuat seseorang tidak mengetahui kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Namun saya juga melihat bahwa sebagian orang tersebut berusaha dan dapat berbicara walaupun tidak dengan sempurna.
            Ada sebuah fakta menarik yang dapat direnungkan. Ternyata 80% waktu manusia habis digunakan untuk berkomunikasi dan 45% dialokasikan untuk mendengar. Sayangnya, terdapat sekitar 75% kata-kata yang diabaikan, disalahpahami dan dilupakan. Sungguh sebuah ironi komunikasi yang seharusnya tidak terjadi jika keterampilan mendengar menjadi menu utama dan pertama saat bercengkrama. Ternyata terdapat banyak sekali jenis seni mendengar. Ada yang disebut mendengar aktif, analitis, empatik, kritis, selektif, atentif, apresiatif sampai dengan reflektif. Semua jenis mendengar ini seolah mengingatkan kita bahwa setiap orang sejatinya ingin didengar. Sayangnya, masih banyak individu-individu yang belum menyadari bahwa keterampilan yang satu ini akan meninggikan citra diri dan profit secara permanen dan militan jika dilakukan dengan penuh ketulusan dan keseriusan.
            Nah, pembelajaran yang ingin saya bagikan ke saudar-saudara sekalian adalah bukan pada saudara-saudara kita yang terlahir kurang sempurna tersebut, namun bagian yang penting adalah dimana banyak manusia yang “mentulikan” dirinya sendiri. Mentulikan disini dalam arti tidak mendengar tentang pendapat orang lain, menganggap diri sendiri paling benar dan menutup diri sari segala kritik dan saran dari orang-orang sekitar kita. Terkadang arogansi membuat kita menjadikan diri kita terlalu sempurna untuk mendengar pendapat orang lain. Pada akhirnya sikap seperti itu membuat kita sulit meningkatkan kualitas pribadi kita dan dapat membuat kita bahkan tidak mengetahui kemampuan yang ada pada diri kita sendiri.
            Jadi para pembaca yang budiman, alangkah baiknya kita membuka diri kita terhadap pendapat , kritik, saran dan segala masukan yang ditujukan orang lain terhadap diri kita. Yang baik kita terima dan kita lakukan, yang buruk kita jadikan pelajaran dan kita jahui. Percayalah bahwa keterbukaan yang berasal dari kerendahan hati adalah awal proses perbaikan kualitas hidup.  from : renungan diary 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar